SURAT SUSI PUDJIASTUTI. UNTUK ANAK CUCU KITA, PEMIMPIN INDONESIA MASA DEPAN - DISAMPAIKAN SEBAGAI PENYEMANGAT AWAL TAHUN 2016.
Kepada Semua Pemuda, Pemimpin Indonesia Masa Depan!
Inilah sepenggal kisah dari saya;
Saya mengenal dunia usaha sejak remaja. Tepatnya sejak saya memutuskan untuk meninggalkan bangku sekolah tahun 1982. Waktu itu saya baru kelas 2 SMA.
Saya sadar dengan hanya berbekal ijazah SMP, tak akan ada satu pun perusahaan yang mau mempekerjakan saya. Kalaupun ada hanya sebatas sebagai cleaning service.
Tapi pada saat itu saya yakin bahwa putus sekolah bukanlah akhir dari segalanya. Meskipun mungkin keputusan itu salah; sy tidak pernah menyesalinya.
Yang saya sangat tahu waktu itu adalah "School was just not my thing". Saya selalu punya keyakinan kalau kita mau berbuat sesuatu pasti akan ada jalan, saya selalu percaya bahwa manusia diberi pilihan untuk menciptakan jalan hidup yang dipilihnya.
Saya ciptakan sebuah usaha, pekerjaan yang saya yakin akan menghasilkan uang, di mana akhirnya saya tidak harus tergantung pada orang lain.
Saya tidak suka ketergantungan, karena ketergantungan akan mengurangi kemandirian. Tanpa kemandirian kita akan selalu dalam keterbatasan dalam menciptakan atau mengerjakan sesuatu, sehingga akhirnya hasilnya tidak sesuai dengan yang kita rencanakan.
Kehidupan nelayan di Pangandaran dan pesisir Pantai Selatan Jawa begitu keras dan penuh resiko: dinihari melaut, siang/sore baru pulang, setiap hari tidak peduli ombak atau cuaca hanya untuk sebuah keyakinan.
Kenyataan itu banyak membe rikan kepada saya ttg perlunya keyakinan & utk lebih mengerti makna hidup adalah sebuah keyakinan.Masa-masa itu untuk bertahan hidup saya jualan bed cover, cengkeh, hingga akhirnya menjual ikan hasil tangkapan para nelayan. Pokoknya apa saja yang bisa saya kerjakan akan saya kerjakan.
Ketika pada akhirnya saya fokus di bisnis hasil tangkapan lobster nelayan, peluang besar itu akhirnya datang. Tantangan nya adalah saya harus memba wa Lobster hidup dari Pangan daran ke Jakarta untuk diekspor ke luar negeri.
Perjalanan yang jauh, berjam-jam membuat angka kematian lobster sangat tinggi. Hal ini membuat saya bertekad menerbangkan lobster2 hidup tadi dengan pesawat kecil ke Jakarta.
Hai Pemuda, calon para pemim pin masa depan Indonesia, dalam hidup ini kita juga harus berani mengambil resiko. Ini terjadi ketika saya kembali nekat memutuskan mendarat kan pesawat kecil saya di Meulaboh dan Pulau Simeuleu, setelah tsunami menggerus pesisir timur provinsi NAD pada bulan Desember 2004..
Semua orang tergerak untuk membantu, termasuk saya. Tanpa izin terbang bahkan ijin operasi, tanpa kepastian bisa mendarat atau tidak, saya akhirnya bisa meyakinkan semua pihak bhw Meulaboh bisa ditembus lewat udara.
Dan sejak hari itu bantuan mengalir ke sana. Ini bukanlah kisah heroik saya. Namun, ada perasaan "hangat" (saya merasakan "good feeling" yang luar biasa !) menyusup ke dalam hati kita, ketika kita mampu berbuat sesuatu untuk orang lain dan karena kita bisa & memutuskan utk melakukan nya.
Keyakinan & keberanian seperti inilah yang membuat saya bertahan dan menjadi seperti sekarang ini; dgn membawa pesawat-pesawat kecil saya menembus pedalaman di selu ruh pelosok Indonesia.
Hai Pemimpin Indonesia Masa Depan, saya tahu tidaklah mudah memulai sebuah usaha di negeri kita tercinta ini. Begitu banyak barikade yang harus kita hadapi, dari regulasi yang tidak fleksibel, paper work exercise yang berlapis dan mencekik kita, bahkan setelah kita menjadi sebesar sekarang.
Tapi itulah tantangan kita, untuk membuat lingkungan usaha lebih kondusif bagi semua pihak, untuk menciptakan lapangan kerja dan kesempatan utk lebih banyak anak bangsa.
Yang saya lakukan hanyalah sebagian dari tujuan kita untuk menjadi bagian dari Indonesia. Memudahkan, mendekatkan anak-anak bangsa dengan ibu kota, atau kabupaten dengan propinsi.
Mengubah hari perjalanan menjadi hanya satu jam atau dua jam saja. Ikut berpartisipasi menjaga NKRI.
Pesan saya untuk para Pemimpin Indonesia Masa Depan: mulailah ubah pola pikir kita, untuk selalu mau bekerja keras. Jangan berleha-leha. Sangatlah tidak pantas di negeri yang kaya raya, kita menjadi miskin seperti tikus mati di lumbung padi. Sumber daya apa yang kita tidak punyai di negeri ini?
Saya tahu saya orang yang tidak mau diatur, diperintah atau disuruh untuk melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan hati nurani, tapi itulah yang membuat saya menjadi manusia dengan pikiran merdeka.
Pemimpin Indonesia Masa Depan, yakinlah keberhasilan kita untuk masa depan bangsa kita hanya kita dapatkan dengan jiwa & pikiran yang merdeka & mandiri.
Selamat berjuang!
Salam hangat,
SUSI PUDJIASTUTI
Alumnus SMA Neg Yogyakarta (cuma kelas 2).